Pengikut

Mendiagnosis Kelainan Kelenjar Tiroid

Kelainan kelenjar tiroid termasuk kasus yang sering ditemui di bidang endokrinologi, sesudah kelainan kelenjar pankreas. Secara kasar kasus tiroid yang paling sering ialah tirotoksikosis dan nodul tiroid. Pada prakteknya, tirotoksikosis ditangani oleh ahli penyakit dalam, sedangkan nodul tiroid akan masuk ke ruang praktek bedah onkologi. Idealnya, penanganan kasus endokrinologi sepatutnya dilakukan secara terpadu oleh ahli onkologi bedah, radiasi, dan medik.


FARMACIA mengangkat dua isu paling sering tentang kelenjar tiroid, yakni tirotoksikosis dan nodul tiroid. Tirotoksikosis merupakan keadaan klinis manifestasi kelebihan hormon tiroid yang ditandai dengan peningkatan aktivitas simpatis, misalnya jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan. Tirotoksikosis dapat terjadi meskipun tanpa pembesaran kelenjar tiroid. Penyebab utama tirotoksikosis ialah Penyakit Graves, Adenoma Toksik, Struma Multinodosa Toksik (Penyakit Plummer), Tiroiditis, serta penyebab lain yang relatif jarang.

Dengan demikian langkah diagnosis tirotoksikosis yang paling utama ialah kenampakan klinis yang mencerminkan kelebihan hormon tiroid dalam darah, baru kemudian dipikirkan penyebab paling mungkin yang mendasari tirotoksikosis tersebut. Mengingat manifestasi tirotoksikosis terjadi karena kelebihan hormon tiroid, maka evaluasinya melibatkan kadar hormon tiroid di dalam darah dan tata laksananya pun melibatkan pengembalian fungsi kelenjar tiroid ke dalam kadar yang normal di dalam darah.

Satu dari sepuluh manusia di dunia ini memiliki pembesaran kelenjar tiroid, namun tidak semua akan menimbulkan keluhan. Umumnya pasien akan datang ke dokter jika benjolan ini sudah sangat besar atau telah menimbulkan gejala kompresi trakea. Benjolan ini dikenal dalam istilah kedokteran sebagai 'struma' atau 'goiter', orang awam menyebutnya gondok. Belakangan untuk mempermudah segala macam jenis pembesaran kelenjar tiroid dikenal sebagai 'nodul tiroid'.

Kebalikan dari tirotoksikosis, nodul tiroid atau struma dapat terjadi meskipun tanpa gangguan kadar hormon tiroid dalam darah. Jadi struma tiroid dapat terjadi pada keadaan eutiroid, hipotiroid, dan hipertiroid. Cara termudah (bukan yang paling akurat) untuk menegakkan diagnosis bila kita melihat adanya benjolan di leher ialah memastikan bahwa benjolan tersebut berasal dari kelenjar tiroid dengan melihat pergerakannya waktu menelan. Jika sudah yakin bahwa benjolan tersebut merupakan nodul tiroid (struma), maka tentukan bentuknya, apakah difus (batas tidak jelas) atau nodul (batas tegas). Barulah didapatkan penamaan struma ini termasuk struma nodosa atau struma difusa. Bentuk nodul dan difus penting dibedakan karena umumnya bentuk yang difus mengarahkan pada keganasan, meskipun tidak sepenuhnya benar.

Setelah menentukan struma difus atau struma nodosa, pastikan gejala klinisnya apakah terdapat tanda-tanda tirotoksikosis atau tidak. Jika tirotoksikosis terlihat jelas, maka struma tersebut diklasifikasikan sebagai struma toksik, sebaliknya nontoksik. Hasilnya, penamaan digabung semua menjadi [struma + nodosa/difus + toksik/nontoksik]. Setelah urusan penamaan selesai maka hal penting berikutnya adalah menentukan apakah kasus ini mengarah pada keganasan atau tidak.

Cara praktis menarik kecurigaan keganasan ialah dari anamnesis dan pemeriksaan fisis. Dari anamnesis, struma yang mengarah pada keganasan umumnya tumbuh besar dalam waktu cepat (kurang dari sebulan), ada riwayat tanda-tanda kompresi trakea (batuk, dispnea, disfagia, disfonia, dan suara serak), terdapat kecurigaan metastasis (nyeri tulang atau batuk yang tidak sembuh dengan obat warung), riwayat radiasi daerah kepala, umur sangat tua atau sangat muda, serta riwayat karsinoma medular tiroid atau neoplasia endokrin multipel pada keluarga. Dari pemeriksaan fisis kecurigaan keganasan didapat dari adanya nodul yang sangat keras, unilateral, batasnya tidak tegas, limfadenopati regional, paralisis pita suara pada laringoskopi, serta diameter nodul yang lebih dari empat cm.
Semua studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa jenis struma yang paling sering ialah struma nodosa nontoksik, lazim disingkat SNNT. Angkanya mencapai satu hingga sepuluh persen dari total populasi. Sedangkan angka keganasan masih di bawah 1% namun membutuhkan evaluasi dan tata laksana yang jauh lebih akurat.

Sumber: Majalah Farmacia

0 komentar: